Pemimpin yang adil serta bijaksana tentu menjadi dambaan tiap-tiap masyarakat pada umumnya. Dengan mendapatkan pemimpin seperti kriteria di atas, rakyat akan senantiasa merasakan ketenteraman ataupun kedamaian di negeri yang mereka tinggali. Dari pemimpin yang adil dan bijaksana lah segala bentuk kebaikan akan terus menerus hadir di tengah-tengah masyarakat.
Namun, yang menjadi permasalahannya saat ini adalah kebanyakan masyarakat justru merasa tidak puas dengan kinerja dari pemimpin yang mereka dapatkan. Bahkan cenderung merasa dirugikan oleh kebijakan-kebijakan ataupun keputusan yang dibuat oleh pemimpin mereka.
Bahkan tak jarang kita temui baik di media sosial ataupun di dunia nyata (face to face) kita akan melihat beberapa kelompok masyarakat yang merendahkan bahkan mencaci maki pemimpin mereka. Padahal tanpa disadari, kitalah yang memilih mereka di awal dan atas ridho dari rakyat pula lah pemimpin-pemimpin itu berkuasa seperti sekarang ini.
Tak jarang dari kejadian ini muncul pertanyaan di benak sebagian masyarakat, siapakah yang salah dalam hal ini? Apakah pemimpin yang salah karena telah berbuat zalim kepada rakyat nya ataukah rakyat yang salah karena telah menunjuk pemimpin yang zalim?
Allah berfirman di dalam Al-Qur’an Surah Al-An’am ayat 129 yang berbunyi:.
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.”
Fakhruddin Ar-Razi menanggapi ayat di atas dengan mengatakan bahwa jika rakyat ingin terbebas dari penguasa yang zalim, maka hendaklah mereka meninggalkan kezaliman yang mereka lakukan.
Dan pada sebagian tafsir beliau lainnya yang di kutip oleh Ibnu ‘Asyur, Ar-Razi juga mengatakan ayat di atas adalah dalil yang menunjukkan jika rakyat suatu negeri itu zalim seperti gemar bermaksiat, judi, korupsi dan lain sebagainya, maka Allah akan mengangkat untuk mereka penguasa yang zalim semisal mereka. Jika ingin terbebas dari kezaliman penguasa maka hendaknya mereka juga meninggalkan kemaksiatan yang mereka lakukan.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah juga berkata :
ﻭﺗﺄﻣﻞ ﺣﻜﻤﺘﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺍﻥ ﺟﻌﻞ ﻣﻠﻮﻙ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﺃﻣﺮﺍﺀﻫﻢ ﻭﻭﻻﺗﻬﻢ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ ﺍﻋﻤﺎﻟﻬﻢ ﺑﻞ ﻛﺄﻥ ﺃﻋﻤﺎﻟﻬﻢ ﻇﻬﺮﺕ ﻓﻲ ﺻﻮﺭ ﻭﻻﺗﻬﻢ ﻭﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻓﺈﻥ ﺳﺎﺗﻘﺎﻣﻮﺍ ﺍﺳﺘﻘﺎﻣﺖ ﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﻋﺪﻟﻮﺍ ﻋﺪﻟﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺟﺎﺭﻭﺍ ﺟﺎﺭﺕ ﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻭﻭﻻﺗﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﻇﻬﺮ ﻓﻴﻬﻢ ﺍﻟﻤﻜﺮ ﻭ ﺍﻟﺨﺪﻳﻌﺔ ﻓﻮﻻﺗﻬﻢ ﻛﺬﻟﻚ ﻭﺇﻥ ﻣﻨﻌﻮﺍ ﺣﻘﻮﻕ ﷲ ﻟﺪﻳﻬﻢ ﻭﺑﺨﻠﻮﺍ ﺑﻬﺎ ﻣﻨﻌﺖ ﻣﻠﻮﻛﻬﻢ ﻭﻭﻻﺗﻬﻢ ﻣﺎ ﻟﻬﻢ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﻧﺤﻠﻮﺍ ﺑﻬﺎ
ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺍﺧﺬﻭﺍ ﻣﻤﻦ ﻳﺴﺘﻀﻌﻔﻮﻧﻪ ﻣﺎﻻ ﻳﺴﺘﺤﻘﻮﻧﻪ ﻓﻲ ﻣﻌﺎﻣﻠﺘﻬﻢ ﺍﺧﺬﺕ ﻣﻨﻬﻢ ﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﻣﺎﻻ ﻳﺴﺘﺤﻘﻮﻧﻪ ﻭﺿﺮﺑﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﻤﻜﻮﺱ ﻭﺍﻟﻮﻇﺎﺋﻒ ﻭﻛﻠﻤﺎ ﻳﺴﺘﺨﺮﺟﻮﻧﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻀﻌﻴﻒ ﻳﺴﺘﺨﺮﺟﻪ ﺍﻟﻤﻠﻮﻙ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺎﻟﻘﻮﺓ ﻓﻌﻤﺎﻟﻬﻢ ﻇﻬﺮﺕ ﻓﻲ ﺻﻮﺭ ﺍﻋﻤﺎﻟﻬﻢ ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻜﻤﺔ ﺍﻻﻟﻬﻴﺔ ﺍﻥ ﻳﻮﻟﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺷﺮﺍﺭ ﺍﻟﻔﺠﺎﺭ ﺍﻻ ﻣﻦ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺟﻨﺴﻬﻢ ﻭﻟﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺪﺭ
Renungkanlah hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zalim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zalim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka.
Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan. Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka.
Ibnu Katsiir rahimahullah (w. 774 H) berkata:
ومعنى الآية الكريمة: كما ولينا هؤلاء الخاسرين من الإنس تلك الطائفة التي أغْوَتهم من الجن، كذلك نفعل بالظالمين، نسلط بعضهم على بعض، ونهلك بعضهم ببعض، وننتقم من بعضهم ببعض، جزاء على ظلمهم وبغيهم.
“Makna ayat yang mulia ini adalah : Sebagaimana Kami jadikan bagi orang-orang yang merugi dari kalangan manusia, wali dari golongan jin yang menyesatkan mereka (manusia). Dan begitu juga yang Kami lakukan terhadap orang-orang yang dhalim, (yaitu) Kami kuasakan sebagian mereka terhadap sebagian yang lain, Kami binasakan sebagian mereka melalui sebagian yang lain, Kami timpakan hukuman sebagian mereka dengan sebagian yang lain; sebagai balasan atas kedhaliman dan kejahatan mereka” [Tafsiir Al-Qur’aanil-‘Adhiim, 6/175 – Muassasah Al-Qurthubah, Cet. 1/1421].
Dari beberapa refrensi di atas, ada dua hikmah yang dapat di ambil untuk dijadikan muhasabah bersama. Pertama, jika rakyat mendambakan pemimpin yang adil dan bijaksana, maka hendaknya masyarakat juga memiliki sifat yang demikian. Sebab sifat pemimpin tercermin dari sifat rakyatnya.
Sebuah ketidakmungkinan jika rakyat yang adil, bijaksana, serta amanah akan dipimpin oleh pemimpin yang ingkar lagi zalim. Ibarat kata, tidak mungkin sekelompok singa dipimpin oleh seekor kucing, begitu pula sebaliknya. Tidak akan mungkin sekelompok kucing dipimpin oleh seekor singa.
Kedua, tiap-tiap kaum memiliki pemimpin dan tiap-tiap pemimpin memiliki kaum nya masing-masing. Orang orang sholeh, taat beribadah, amanah, adil dll tentu Allah akan utus untuk mereka pemimpin yang semisal dengan mereka.
Dan orang-orang zalim, suka bermaksiat kepada Allah, berjudi dan menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya, maka tidaklah Allah mengutus seorang pemimpin di antara mereka, kecuali dari kalangan mereka sendiri. Wallahu’alam
Sudahkah kita semua meninggalkan segala bentuk kemakmaksiatan dan kezhaliman, hingga Allah datangkan pemimpin yang adil untuk kita? Marilah kita Muhasabah diri kita masing-masing. Semoga bermanfaat.